Minggu, 20 Oktober 2013

MAAF, untuk menepi sejenak~

ketika malam mulai menyapa dengan ketenangan yang indah, ketika para insan sudah mulai merebahkan badannya, menghilangkan sejenak kelelahan yang membersamai ketika aktivitas, ketika para insan yang justru ada yang memulai dengan kehidupan barunya. entahlah.. begitu banyak ragam yang terjadi ketika bulan justru menampakkan wajahnya.

disini, di bumi ALLAH yang lain, untukku malam adalah tempat untuk berpikir sejenak, merenungi segala yang menjadi pikiran, rasa, serta menguntai kehidupan yang akan datang. begitulah persepsiku tentang malam.

malam = lelah, selalu saja ada kaitannya antara dua kalimat ini, ketika malam menjelang pasti kita beristirahat dari lelahnya kehidupan, kukatakan kehidupan, karena kita masih bernafas. sejatinya, kelelahan itu wajar jika dirasakan, tetapi memang tidak boleh jika selalu saja berlelah lelah. pernah mendengar tentang "berada di titik kejenuhan ?" atau "berada di titik nol" ? perhatikan dan hayatilah keduanya memiliki arti yang sama, yaitu ketika seorang manusia merasakan lelah yang teramat sangat. disitulah seseorang membutuhkan teman untuk bercerita, bukan hanya untuk mendengarkan saja, tetapi juga menemukan solusi yang dirasakannya.

menepi sejenak, rehat sebentar untuk menemukan energi baru, ide baru, mengumpulkan semangat yang baru. bukan untuk menghindar tetapi butuh menepi sejenak. ku katakan sejenak, karena aku pasti akan kembali.

MAAF untuk segala sesuatu yang aku abaikan, aku kecewakan, aku lupakan, bukan.. bukan maksudku untuk menghindar, bukan maksudku untuk tidak bertanggung jawab tetapi ada yang harus aku prioritaskan, ada orang-orang yang lebih membutuhkan aku. jika saja aku AMOEBA, masih ingat AMOEBA ? hewan yang sangat kecil yang dapat membelah diri dan pergi kemanapun dia suka. WALLAHI aku akan lakukan itu.

tetapi, ragaku hanya satu, aku tidak pandai seperti AMOEBA yang dapat membelah diri. MAAF jika pesan kalian terabaikan, karena sungguh, jika otakku di scan dan dibuat karikatur maka banyak sekali semut-semut yang berjalan di dalam otakku.

percayalah, aku telah menyiapkan space di dalam otakku untuk memikirkan kemudian melakukan apa yang harus kulakukan. bukan untuk egois, tetapi aku hanya memposisikan diri di dalam keluarga terlebih dahulu.

mungkin permintaan MAAF ini tidak sebanding dengan apa yang aku lakukan, mungkin pula puisi ini pun tak cukup menggambarkan betapa aku sangat memohon maaf atas apa yang telah aku lakukan.

Ku termenung seakan jiwaku melayang..
Tak tahu dimana perhentian....
Entah apa yang dalam pikiran
Bergemuruh di hatiku membayang

Ku dengar alunan ayat - ayat ...
Hidup hambar terbuang kata demi kata
Yang mengalun sebagai gita...
Mencurah rasa dalam kalimat..

Aku yang tak pernah sadar...
Aku yang tak pernah mengerti...
Setiap hembusan nafasku....
Setiap jengkal langkah hidupku...
Harusnya memiliki jiwa ....
Jiwa yang dapat mewakiliku
Sebagai binatang dalam topeng Manusia..

Ku dengar bisikan angin
Bercerita padaku tentang rindu..
Aku hanyut dan tertegun dalam pilu

Ku dengar bisikan ombak….
Bercerita padaku tentang rembulan
Yang sewindu tak bertemu

Oh Rabbku
Aku lelah melalui malam…..
Aku selalu menangis menunggu pagi…
Menangis yg tiada air mata lagi

Namun akhirnya kusadari..
Bahwa aku tak sedang bermimpi…

Inilah kisahku…
Inilah hidupku..
Inilah jalanku..

Ditengah badai dan topan…
Ku tersenyum menatap senja…
Untuk yang pertama disepanjang hayatku…
Biarlah aku pasrah….
Kepada takdir ilahi ….
Yang kan menuntunku…
Pada keindahan nirwana…

Aku ingin menapaki puncak yang tinggi…
Bernyanyi ditengah savana yang indah nan sunyi…
Hanya deru angin yang menemani…
Mengiringi bait demi bait kuresapi

Rabbku..
Bukan aku yang menyakiti pelangi…
Bukan aku yang membuat langit menangis…

Aku hanya lelah ….
Oleh badai dialam ini…
Aku hanya ingin sendiri meniti sepi…..
Biarlah ragaku menapaki bumi…
Namun jiwaku bermain dengan rimba dan lautan…
Hingga nanti…

Jiwa dan raga ku sakit tak ku pungkiri semua menjadi sulit
Lemah ku rasa diri ini seakan tak mampu melangkah lagi
Semua menatap hina pada diri yang tak bermakna


Aku lelah jika harus seperti ini
Sulit ku bergerak dalam kekang waktu yang tajam
Aku sakit jika harus bernafas akan udara naif yang berhamburan
Lelah ku semakin menjalar kala semua terlihat dalam nyata

Ku ingin ada semangat datang walau sekejap ku rasa
Benarkah tak ada lagi yang perduli pada diri ini?
Berat ku pikir semua ini
Semua seakan menggantung pada tubuh yang lelah ini




Tidak ada komentar:

Posting Komentar